Illiza Wakili Wali Kota se-Asia Pasifik di Konferensi PBB
Banda Aceh – Sekretariat Kota Banda Aceh menggelar nonton bareng (Nobar) live streaming official statement Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal SE pada acara “The 3rd World Conference on Disaster Risk Reduction (WCDRR)” di Sendai, Jepang.
Dalam konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ditayangkan secara live streaming pada situs resmi WCDRR www.wcdrr.org, Selasa (17/3/2015) tersebut, Wali Kota Illiza mewakili para wali kota se-Asia Pasifik.
Turut hadir pada acara Nobar yang digelar di Ruang Rapat Wali Kota Lantai III Balai Kota Banda Aceh itu, para Asisten, Staf Ahli, Kabag dan Kepala SKPD di lingkungan Pemko Banda Aceh, serta sejumlah awak media.
Sekira pukul 16.45 WIB, Wali Kota Illiza tampil ke podium dan langsung membuka presentasinya dengan mengucapkan mengucapkan salam. Illiza mewakili persatuan kota-kota yang tergabung dalam United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) dan International Council for Local Environmental Initiatives (ICLEI).
“Seperti yang kita saksikan empat tahun yang lalu tepat pada bulan yang sama di Jepang, dan seperti yang berulang kali kita saksikan diseluruh dunia, pemerintah daerah berada di barisan terdepan dan merupakan pihak yang memberikan respon awal ketika bencana terjadi. Ketika masyarakat terkena dampak bencana, mereka juga mengharapkan bantuan dan dukungan dari pemerintahan daerahnya,” kata wali kota.
Pemerintah daerah, sambung Illiza, terus meningkatkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan kapasitas dan kesiapan terhadap bencana untuk menghindari dampak negatif dan untuk menciptakan respon yang cepat dan efektif.
Illiza mengungkapkan, perubahan terus terjadi secara cepat di seluruh dunia sejak aksi Hyogo Framework ditetapkan pada 2005 lalu. Populasi penduduk perkotaan saat ini meningkat menjadi lebih dari setengah penduduk. “Sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, kebutuhan daerah perkotaan akan strategi manajemen resiko terus meningkat,” katanya.
Meskipun telah banyak perkembangan yang dicapai sejak penerapan aksi Hyogo Framework yang pertama dan terlepas dari inisiatif yang proaktif oleh pemerintah lokal, lanjut wali kota, namun masih terdapat kekurangan baik dari sisi teknis, pembiayaan, maupun kapasitas kelembagaan untuk dapat menghadapai berbagai tantangan tersebut khususnya di daerah-daerah yang sangat rentan terhadap bencana di wilayah Asia Pasifik, Afrika, dan Amerika Latin.
Illiza juga mengungkapkan, pemerintah nasional harus membangun startegi bersama dengan pemerintah daerah untuk membangun kapasitasnya. “Hal ini hanya dapat dilakukan jika dialog dan proses desentralisasi dapat ditingkatkan sehingga pemerintah daerah memiliki kewenangan dan sumber daya yang dibutuhkan. Hal tersebut akan membantu pemerintah daerah untuk dapat mengevaluasi dan memonitor resiko bencana secara lebih baik.”
Menurut Illiza, sejak 2008, pihaknya telah menetapkan ketahanan/ketangguhan (resilience) sebagai prioritas utama dan agenda politis dan kebijakannya. “Lebih dari 1.000 kota telah bergabung dalam Kampanye Membangun Kota Tangguh untuk meningkatkan kesadaran dan untuk menyusun aksi konkrit mengenai penanggulangan resiko bencana.”
Dan sejak 2010, kata Illiza, kota-kota yang tergabung dalam UCLG dan ICLEI telah melakukan pertemuan rutin tahunan untuk memonitor perkembangan dan melakukan kesepakatan untuk menciptakan strategi mitigasi, ataptasi, penanggulangan resiko bencana dan pembangunan yang berkelanjutan yang bersinergi.
Pemerintah daerah dari berbagai dunia, katanya lagi, mengharapkan bentuk lokalisasi yang sebenarnya dalam aksi framework yang baru. “Kami mengharapkan bentuk lokalisasi aksi dalam kegiatan pencegahan bencana, respon terhadap bencana dan pemulihan paska bencana, dapat diimplementasikan dalam Framework yang baru.”
“Kami juga mengharapkan pemerintah nasional untuk mempertimbangkan pemerintah pada level daerah dan level lainnya sebagai stakeholder mereka. Kemudian, kami berkomitmen terhadap 11 aksi yang telah disusun dalam Deklarasi Sendai, dan akan mendukung dan melengkapi upaya-upaya penanggulangan resiko bencana yang telah ditetapkan oleh pemerintahan nasional.”
Mengakhiri pidato yang disampaikannya dalam bahasa Inggris tersebut, Illiza menyebutkan pola pembangunan dan tingkah laku yang ada saat ini dapat mengakibatkan ketidakadilan dan penurunan kualitas sosial, lingkungan dan ekonomi. “Kita, para pemerintah daerah tetap terkait baik secara individual maupun pada level internasional melalui jaringan kita untuk menciptakan kota yang tangguh.”
“Tetapi kita tidak akan berhasil jika melakukannya sendirian dan kita mengharapkan pemerintah nasional, lembaga dan berbagai organisasi terkait lainnya untuk terus memberdayakan dan mendukung aksi-aksi pemerintahan daerah, untuk terus bekerjasama dan saling belajar untuk penanggulangan resiko bencana dan penerapan dari framework yang baru,” pungkas Illiza. (Klik di sini untuk menyaksikan pidato lengkap Wali Kota Banda Aceh di Konferensi PBB). (Jun)