Takut Risiko, Berdampak Kurang Inovatifnya Pimpinan Daerah
Banda Aceh – Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Saaduddin Djamal SE mengungkapkan, akhir-akhir ini semangat inovasi, kreasi, dan besungguh-sungguh untuk melakukan berbagai terobosan baru dalam rangka memajukan pembangunan daerah, dirasakan sudah semakin menurun dan merosot tajam.
Hal ini diungkapkan Illiza pada acara lokakarya anti korupsi yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Pemerintahan Kabupaten dan Kota (FKKA), Rabu (20/5/2015) di Aula lantai IV, Gedung A, Balaikota, Banda Aceh.
Penyebabnya, menurut Illiza karena pejabat di daerah termasuk pimpinan SKPD (SKPA dan SKPK) merasa takut dan tidak berani mengambil suatu kebijakan tertentu dan tidak berani menanggung risiko.
“Dalam banyak contoh misalnya, suatu kebijakan (diskresi) yang kita anggap wajar dalam pertimbangan sosial-politis dan kekhususan daerah, kadang-kadang sangat dikhawatirkan belum tentu dianggap wajar dalam pandangan hukum atau pendapat pejabat penegak hukum. Jika hal ini terjadi, maka masalah akan jadi rame,” ujar Illiza.
Imbasnya, lanjut Illiza, sikap kehati-hatian yang sangat berlebihan dari aparatur pemerintahan di daerah, juga telah menyebabkan terjadinya kemacetan dan kelambanan realisasi pembangunan pada hampir semua sektor. Sikap hati-hati ini juga semakin parah, ketika pada waktu yang sama nyata-nyata telah terjadi multi tafsir sesama aparat penegak hukum ketika berpendapat tentang suatu masalah.
“Contoh yang kecil-kecil saja, di atas lahan milik pemerintah ada tanaman atau bangunan tertentu milik rakyat. Kemudian ketika dilakukan penertiban, maka si pemilik rumah dan tanaman tersebut harus pindah atau dipindahkan. Multi tafsir akan terjadi ketika dipertanyakan boleh atau tidak untuk rakyat tersebut. si fakir miskin itu diberikan uang peunayah, atau bantuan sedikit biaya untuk membangun kembali rumah di tempat baru.
Ia menambahkan, multi tafsir ini bukan hanya terjadi dalam dimensi horizontal sesama lembaga penegak hukum saja, tetapi juga dalam dimensi vertikal antara kebijakan di level pemerintah pusat dengan aparatnya di bawah atau di daerah.
Untuk itu, lanjutnya lagi, seluruh pimpinan daerah, terutama para pimpinan yang tergabung dalam FKKA membutuhkan standar, norma, dan prosedur yang baku dan sama untuk dipedomani.
Dalam kesempatan ini, Illiza yang juga Koordinator FKKA juga menambahkan, di era yang sangat terbuka seperti ini, perlu diwaspadai bersama tentang kasus-kasus yang diungkapkan oleh Surat Kaleng. Meskipun surat kaleng itu tidak patut dijadikan pegangan yang otentik, akan tetapi berbagai pengalaman pada masa yang lalu, surat kaleng itu juga telah menimbulkan fitnah di mana-mana.
“Surat kaleng itu juga, telah menjadi suatu yang lebih berbahaya dari terror dan lebih ampuh dari racun untuk mematikan semangat kerja dan kinerja. Maka oleh sebab itu, peran dan fungsi auditor internal (BPKP, BPK, BAWASDA /Inspektorat) dan pengawasan politis oleh DPRD, perlu lebih serius untuk didengar dan diperhatikan ke depan. Bukan surat kaleng yang menjadi hulu ledak atau pemucu disharmoni antara sesama aparatur pemerintahan,” pinta Illiza pada FKKA yang dihadiri oleh salah satu pimpinan KPK, Zulkarnein SH MH.
Lokakarya yang berlangsung sehari ini dibuka Asisten III Setda Aceh Muzakar A Gani, dan diikuti oleh para pimpinan daerah (Bupati/Walikota) se-Aceh yakni dari 23 Kab/Kota. Sementara pimpinan KPK Zulkarnein SH MH, Asisten Tindak Pidsus Kejati Aceh Hentoro Cahyono SH MH, Kepala BPK-RI Perwakilan Aceh Maman Abdulrachman, Kepala BPKP Aceh Afrizi Hadi dan Ditreskrimsus Polda Aceh Kombes Pol Drs Joko Irwanto MSi, menjadi pemateri pada acara ini. (Mkk)