Buka Sosialisasi Hukum Adat, Zainal Berbagi Pengalaman Saat Jadi Keuchik
Banda Aceh – Wakil Walikota Banda Aceh, Drs Zainal Arifin atau yang sering di sapa Keuchik Zainal, Rabu (7/10/2015) membuka secara resmi sosialisasi hukum adat yang digelar di Aula lantai IV, Balaikota Banda Aceh. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Banda Aceh. Peserta acara ini diikuti oleh 90 orang, 45 diantaranya merupakan Keuchik dalam wilayah Kota Banda Aceh
Saat memberikan sambutannya, Keuchik Zainal sempat berbagi pengalamannya sebagai Keuchik yang pernah memimpin Gampong Lambhuk beberapa tahun lalu. Katanya, Keuchik harus benar-benar menguasai dan memahami hukum adat Gampong sebagai pedoman menyelesaikan sengketa dalam wilayah yang dipimpinnya.
“Misalnya ada kecelakaan kenderaan, bagaiman kita bisa menyelesaikan kasusnya dengan bijaksana, di pihak korban tidak merasa dirugikan dan pihak pelanggar tidak merasa di peras. Kalau penyelesaiannya dapat diterima oleh kedua belah pihak, dampaknya hubungan keduanya bisa berlanjut ke hubungan saudara yang lebih terasa dekat, bahkan jauh lebih dekat dengan keluarga kandung,” ungkap Zainal Arifin.
Lanjutnya, berbicara hukum adat di Aceh, tentu tidak terlepas dari sendi-sendi Syariat Islam yang telah berlaku sejak zaman Sultan Iskandar Muda, dengan filosofinya “Adat Ngon Hukom Legee Zat Ngon Sifeut” dan Filosofi: “Matee aneuk na jeurat, matee adat pat tamita”.
Menurut Keuchik Zainal, hukum adat yang lahir dan tumbuh dari masyarakat adalah untuk menjaga dan melindung kelestarian alam serta melindungi kepentingan banyak orang. Hukum adat Aceh tidak terlepas dari nilai-nilai keislaman yang telah ada sejak dahulu. Dan untuk menjaga hukum adat dan budaya Aceh yang sangat identik dengan nilai keislaman tersebut, harus dimulai dari dalam rumah tangga kita masing-masing.
“Tentu ada kekhawatiran bagi kita, minimnya pengetahuan hukum adat yang dimiliki oleh generasi muda Aceh, mengakibatkan melemahnya nilai-nilai yang seharusnya menjadi pagar bagi setiap individu di setiap gampong yang ada di Banda Aceh. Dan jika hal ini tidak segera kita antisipasi, maka kita tidak akan bisa bertahan menghadapi gempuran budaya asing yang hadir dengan mudah melalui televisi dan internet,” ujar Zainal Arifin.
Lanjut Zainal, ketika para generasi muda menganggap hukum dan budaya tersebut ketinggalan zaman, banyak diantara mereka yang enggan untuk mempelajari hukum dan budaya tersebut. Bila kondisi tersebut terus berlanjut, tanpa disadari suatu saat kita akan menjadi generasi yang lupa pada adat dan budaya kita sendiri, sehingga kita lupa pada kehidupan bersyariat yang merupakan kehidupan masyarakat Aceh saat ini.
Melalui kegiatan ini, Keuchik Zainal berharap para peserta dapat memahami berbagai hukum adat yang terdapat di Aceh ini. Dan yang lebih penting lagi, hukum adat tersebut harus dapat dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat di gampong-gampong, sehingga dengan sendirinya Hukum Adat dapat terwariskan kepada generasi selanjutnya.
Sesuai lap[oran dari Ketua MAA Kota Banda Aceh, Sabusu Husen, kegiatan ini di ikuti oleh 90 orang, yakni masing-masing Gampong (45 Gampong) menyertakan dua peserta. Kegiatan berlangsung selama dua hai yang dimulai dari tanggal 7 s/d 8 Oktober. Panitia menghadirkan empat pemateri pada kegiatan ini.
“Tujuannya, kegiatan sosialisasi hokum adat ini untuk memberikan persepsi yang sama kepada para tokoh adat di Gampong-gampong dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelaksana peradilan berdasrkan sebuah tata cara yang adil, akuntabel dan efektif,” tutup Sanusi Husen. (Mkk)